Penyelenggaraan program pelatihan yang dilakukan oleh LPK PRINT, yang telah berjalan mulai tahun 2006 hingga saat ini, yang senantiasa aktif dan eksis didalam memerangi pengangguran dan kemiskinan serta kebodohan melalui pelatihan tersebut. Memang kami banyak menemui kendala diantaranya adalah kurangnya donator serta banyaknya permintaan dari warga belajar untuk mengikuti program pelatihan dan penempatan kerja tersebut dan LPK PRINT sendiri belum bisa menampung semua calon warga belajar tersebut. Info lowongan kerja memang selalu ada setiap saat akan tetapi pencari kerja tetap tidak mempunyai keterampilan seperti yang diinginkan oleh perusahaan, jadi untuk memenuhi kualifikasi tersebut diatas maka harus ada link and match antara pencari kerja dengan perusahaan sehingga hasilnya mudah terserap oleh dunia kerja.
Gambaran tentang kondisi pengangguran pada skala nasional tersebut pada dasarnya tidak beda dengan yang ditemui di Jawa Timur dengan jumlah penduduk terbesar di republik ini. Jumlah angkatan kerja tahun 2002 tercatat sebesar 18,18 juta, sementara yang bekerja sebanyak 17,01 juta, sehingga ada 1,17 angkatan kerja yang menganggur dan tingkat pengangguran sebesar 6,4%. Dari jumlah angkatan kerja yang ada, sebanyak 12,05 juta atau 66,29 % hanya lulusan SD (BPS – 2002). Kondisi terakhir ini lebih buruk dibandingkan kondisi di tingkat nasional, tingkat pengangguran yang relative tinggi dan rendahnya kualitas sebagian besar angkatan kerja merupakan agenda penting dalam mengupayakan pembangunan di Jawa Timur.
Menurut Kepala Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Ahmad Busyairi, angka pengangguran di Banyuwangi saat ini naik 18.351 orang dibanding lima tahun lalu. Tahun ini jumlah pengangguran mencapai 53.274 orang. Sedangkan tahun 2004 lalu, pengangguran di Banyuwangi sebanyak 34.923 orang. Meningkatnya jumlah pengangguran di Banyuwangi, dipengaruhi faktor perekonomian nasional yang belum sepenuhnya membaik dan meningkatnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran ini bukan hanya diakibatkan oleh minimnya lapangan kerja, namun menurutnya juga dipengaruhi oleh SDM yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Memahami kondisi pengangguran baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten seperti digambarkan diatas, dikaitkan dengan perekonomian yang pertumbuhannya tidak menggembirakan, sehingga tidak mampu menciptakan tambahan lapangan pekerjaan untuk mengimbangi angka pengangguran yang cenderung meningkat, memberikan pemahaman langkah-langkah nyata yang perlu segera diambil untuk mengatasi masalah pengangguran. Untuk itu LPK PRINT mengembangkan pendidikan dan pelatihan serta penempatan kerja bagi warga masyarakat yang putus sekolah dan pemuda pengangguran melalui program ini, kepada warga masyarakat.
Sasaran yang diberikan oleh Kursus Wirausaha Kota (KWK) dapat mereka pergunakan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan serta penempatan kerja sesuai dengan minat dan peluang kerja maupun berusaha yang berada dilingkungannya, serta dapat pula langsung memasuki dunia kerja dan diharapkan memperoleh penghasilan yang layak serta dapat merubah kehidupannya guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehari-hari dan warga belajar dapat merasakan hasilnya dari kemandirian tersebut. Tentunya hal-hal tersebut tidak meninggalkan pilar-pilar pendidikan dan pelatihan bagi pembelajaran masyarakat, antara lain : learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together.
Adapun proses perolehan MOU dengan perusahaan rekanan kami bagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama adalah penjajakan dan pengenalan program. Dimana kami sebagai lembaga yang baru mereka kenal, bisa diterima dengan baik sebagai partner kerja, saat ini dan masa yang akan datang. Tahap kedua adalah menindak lanjuti program proposal yang kami ajukan beserta dengan dialog tentang kerjasama yang akan dilaksanakan. Tahap yang ketiga adalah pembuatan MOU. Dimana perusahaan rekanan memberikan sepenuhnya kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan program yang telah kami presentasikan sebelumnya.
Gambaran tentang kondisi pengangguran pada skala nasional tersebut pada dasarnya tidak beda dengan yang ditemui di Jawa Timur dengan jumlah penduduk terbesar di republik ini. Jumlah angkatan kerja tahun 2002 tercatat sebesar 18,18 juta, sementara yang bekerja sebanyak 17,01 juta, sehingga ada 1,17 angkatan kerja yang menganggur dan tingkat pengangguran sebesar 6,4%. Dari jumlah angkatan kerja yang ada, sebanyak 12,05 juta atau 66,29 % hanya lulusan SD (BPS – 2002). Kondisi terakhir ini lebih buruk dibandingkan kondisi di tingkat nasional, tingkat pengangguran yang relative tinggi dan rendahnya kualitas sebagian besar angkatan kerja merupakan agenda penting dalam mengupayakan pembangunan di Jawa Timur.
Menurut Kepala Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Ahmad Busyairi, angka pengangguran di Banyuwangi saat ini naik 18.351 orang dibanding lima tahun lalu. Tahun ini jumlah pengangguran mencapai 53.274 orang. Sedangkan tahun 2004 lalu, pengangguran di Banyuwangi sebanyak 34.923 orang. Meningkatnya jumlah pengangguran di Banyuwangi, dipengaruhi faktor perekonomian nasional yang belum sepenuhnya membaik dan meningkatnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran ini bukan hanya diakibatkan oleh minimnya lapangan kerja, namun menurutnya juga dipengaruhi oleh SDM yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Memahami kondisi pengangguran baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten seperti digambarkan diatas, dikaitkan dengan perekonomian yang pertumbuhannya tidak menggembirakan, sehingga tidak mampu menciptakan tambahan lapangan pekerjaan untuk mengimbangi angka pengangguran yang cenderung meningkat, memberikan pemahaman langkah-langkah nyata yang perlu segera diambil untuk mengatasi masalah pengangguran. Untuk itu LPK PRINT mengembangkan pendidikan dan pelatihan serta penempatan kerja bagi warga masyarakat yang putus sekolah dan pemuda pengangguran melalui program ini, kepada warga masyarakat.
Sasaran yang diberikan oleh Kursus Wirausaha Kota (KWK) dapat mereka pergunakan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan serta penempatan kerja sesuai dengan minat dan peluang kerja maupun berusaha yang berada dilingkungannya, serta dapat pula langsung memasuki dunia kerja dan diharapkan memperoleh penghasilan yang layak serta dapat merubah kehidupannya guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehari-hari dan warga belajar dapat merasakan hasilnya dari kemandirian tersebut. Tentunya hal-hal tersebut tidak meninggalkan pilar-pilar pendidikan dan pelatihan bagi pembelajaran masyarakat, antara lain : learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together.
Adapun proses perolehan MOU dengan perusahaan rekanan kami bagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama adalah penjajakan dan pengenalan program. Dimana kami sebagai lembaga yang baru mereka kenal, bisa diterima dengan baik sebagai partner kerja, saat ini dan masa yang akan datang. Tahap kedua adalah menindak lanjuti program proposal yang kami ajukan beserta dengan dialog tentang kerjasama yang akan dilaksanakan. Tahap yang ketiga adalah pembuatan MOU. Dimana perusahaan rekanan memberikan sepenuhnya kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan program yang telah kami presentasikan sebelumnya.